resensi Laskar pelangi by me



SINOPSIS CERITA

Cerita ini dibuka dengan seorang anak kecil yang dibujuk untuk menggunakan sepatu bekas ke untuk berangkat ke sekolah. Bukan masalah bekasnya, tapi sepatu itu adalah sepatu untuk wanita padahal anak ini adalah seorang laki-laki. Dialah Ikal, salah seorang tokoh utama dari Novel ini.
Gambaran berikutnya memperlihatkan latar belakang cerita, berupa sekolah lokasi di Indonesia, sebuah pulau yang bernama Belitung, yang merupakan penghasil timah terbesar di Indonesia pada tahun 1970-an, namun di pulau tersebut terdapat 2 kehidupan yang amat kontras, yaitu kehidupan kelas atas para pegawai PN Timah dan kehidupan kelas bawah dari strata terendah di pulau tersebut.
Bab berikutnya adalah gambaran pada sebuah sekolah dasar, yang bernama SD Muhammadiyah, yang juga merupakan SD satu-satunya yang bernafaskan Islam di daerah itu. SD ini merupakan pilihan terakhir bagi masyarakat yang masih punya harapan dan keinginan untuk menyekolahkan anaknya. Hal ini karena SD lain biayanya amat tinggi dan tidak terjangkau oleh mereka.
Kondisi SD ini amat memprihatinkan, dengan bangku sekolah yang rusak sana sini, atap dan dinding ruangan yang juga berlubang, lantai tanah yang kadang digunakan juga untuk kandang kambing. Bahkan salah satu sisi sekolah sampai harus disangga dengan kayu untuk mencegah sekolah ini roboh.
Kendala berikutnya adalah sekolah ini sudah memperoleh peringatan dari penilik sekolah, bahwa agar tetap dapat membuka kelas, maka jumlah siswa baru yang mendaftar, minimal 10 orang.
Ketegangan untuk menunggu siswa mencapai 10 orang inilah yang tergambar pada adegan-adegan selanjutnya. Bapak K.A. Harfan Efendy Noor yang dipanggil dengan Pak Harfan sang kepala sekolah, dan Ibu N.A. Muslimah Hafsari atau Bu Mus sang guru sampai amat tegang menunggu murid terakhir, karena sampai pukul 11 siang, baru 9 orang yang mendaftar di sekolah tersebut.
Akhirnya, saat kepala sekolah sudah putus asa, dan sedang memberikan sambutan selamat datang sekaligus perpisahan untuk membubarkan sekolah, murid terakhir tampak berlari-lari untuk ikut sekolah disana. Sehingga, kuota minimal 10 orang terpenuhi.
10 orang murid tersebut adalah :
1.        Ikal, sang tokoh utama 
2.        Lintang, anak sekorang nelayan, yang untuk bersekolah harus bersepeda 80 Km pulang pergi, sehingga baunya mirip bau hangus terbakar
3.        Mahar, sang seniman muda yang sejak kecil sudah menunjukkan bakatnya
4.        Sahara, satu-satunya wanita yang menjadi murid pada awal sekolah (nantinya akan ada murid berikutnya)
5.        Trapani, yang pada novel ini tidak terlalu ditonjolkan
6.        Borek, yang suka mengganggu
7.        Kucai, sang ketua kelas
8.        A Kiong, satu-satunya siswa Hokian di SD itu
9.        Syahdan, yang juga tidak terlalu menonjol pada novel ini
10.    Harun, anak terbelakang mental yang menjadi penyelamat SD Muhammadiyah, karena dialah yang menjadi murid ke 10 dan menyebabkan sekolah batal ditutup.
Cerita berikutnya banyak diwarnai dengan pola belajar mengajar mereka, serta cerita dari kepala sekolah dan alasannya hingga tetap mempertahankan sekolah tersebut.
Salah satu petuah yang paling ditekankan oleh Pak Harfan adalah “Jangan terlalu banyak meminta, tetapi berusahalah untuk memberi sebanyak-banyaknya”.
Selanjutnya, mereka semakin akrab satu sama lain, bermain bersama, berpetualang bersama, bahkan pada suatu sore setelah hujan deras mereka berdiri diatas sebuah batu besar dan menyaksikan pelangi yang amat indah. Bu Mus yang mengikuti mereka lalu memanggil semua anak-anak tersebut dengan “Laskar Pelangi” dan inilah asal mula nama “Laskar Pelangi” untuk kelompok mereka.
Pada novel ini juga diceritakan kisah “cinta monyet” Ikal dengan A Ling, anak penjual kapur tulis di kota, yang disebabkan karena Ikal melihat “kuku jarinya” saat menerima kapur tulis yang diberi. Juga diceritakan patah hati yang dialami Ikal, saat A Ling terpaksa harus pergi untuk melanjutkan sekolahnya.
cerita kemudian banyak menyoroti 2 orang, yaitu Mahar dan Lintang dengan kelebihan masing-masing yang mewarnai kehidupan mereka.
Mahar, dengan sebuah radio transistor yang selalu menemani kemanapun dia pergi, adalah sebuah bibit seni yang tumbuh di tengah-tengah mereka. Tantangan pertama yang diberikan kepadanya adalah Karnaval 17 Agustus yang secara rutin dilaksanakan di Belitung.
Setiap tahun, karnaval ini menjadi sebuah cermin keberhasilan sekolah-sekolah, dan sebagai sebuah tradisi, selalu dimenangkan oleh SD PN Timah yang serba “terbaik” dan “ter-elite”. Tantangan untuk mendobrak kebiasaan ini sekarang ada di pundak Mahar. SD PN Timah selalu tampil dengan Marching Band terbaik dengan pakaian-pakaian terbaru dan berwarna warni, sehingga selalu menjadi juara. Bagaimana SD Muhammadiyah, dengan siswa yang melarat dan tidak ada dana satu rupiah-pun dapat menghadapi mereka ?
Setelah mencari ide berhari-hari bahkan sampai dianggap “gila” oleh teman-temannya, Mahar muncul dengan ide brillian, yaitu dengan tampil dengan kostum Suku Terasing yang menampilkan tarian suku terasing. Tentulah karena suku terasing hanya menggunakan daun-daunan sebagai pakaian, maka tidak diperlukan biaya apapun untuk tampil
Dengan koreografi yang khusus dirancang oleh Mahar dan dengan “senjata rahasia” yang dia siapkan, akhirnya SD Muhammadiyah menjadi juara umum pada karnaval tersebut
Karena kemenangan merekalah, maka salah seorang siswa SD PN Timah, seorang gadis tomboy yang susah diatur namun berani dan setia kawan, akhirnya pindah ke SD Muhammadiyah. Namanya adalah Flo.
Flo dan Mahar langsung saja akrab, dan sama-sama memiliki ketertarikan pada hal-hal yang bersifat “gaib.” Hal ini menyebabkan nilai-nilai mereka hancur dan terancam gagal pada ujian akhir. Namun, penyelesaian yang mereka cari rupanya tetap jauh dari akal sehat, yaitu mencoba mengunjungi seorang “dukun sakti” bernama Tuk Bayan Tula di Pulau Lanun untuk membantu menaikkan nilai ulangan mereka. Namun, pesan rahasia dari Tuk Bayan Tula yang sudah susah payah mereka cari rupanya amat jauh dari yang mereka harapkan…
Fokus cerita berikutnya adalah Lintang, yang merupakan siswa yang amat cerdas, yang dibuktikan dengan kecepatannya dalam menyelesaikan soal-soal Matematika tanpa mencatat sedikitpun. Pembuktian berikutnya adalah saat lomba cerdas cermat melawan SD PN Timah dengan skor yang cukup seru bahkan diwarnai dengan debat terhadap tim juri lomba.
Namun, si jenius ini akhirnya tidak dapat melanjutkan sekolahnya, karena sebagai anak sulung dan laki-laki satu-satunya, harus menggantikan ayahnya yang meninggal pada saat melaut.
















Resensi

TIMPANG
Banyak orang yang telah membaca buku ini mengatakan kesan “menarik” kepada saya. Karena penasaran, saya pun membelinya. Setelah saya membacanya sendiri, ternyata bukan hanya kata menarik yang didapat dari cerita dalam buku ini, tapi SUNGGUH MENGESANKAN! Buku yang menurut saya banyak sekali pelajaran yang bisa diambil; keagamaan, persahabatan yang luar biasa, cinta pertama yang indah, ketegaran hidup, bahkan makna sebuah takdir yang tidak bisa kita tebak, Sebuah buku yang “pintar” hasil dari pemikiran seorang yang pintar. Menggabungkan dua hal yang berbeda, sastra dan science.
Sepertinya saat kita membaca ini kita bukan hanya terlarut dalam perjalanan hidup pelaku didalamnya tapi juga kita bisa belajar banyak. Mulai dari ilmu dunia fisika, istilah biologi, geografi dari provinsi Bangka Belitong, sampai perekonomian masyarakat di sana yang dikuasai sepenuhnya oleh penambangan timah.
Cerita ini memang lain dari cerita biasanya. Mengambil latar pada sebuah tempat yang tak terpikirkan oleh kita. Sebuah tempat kecil di Indonesia yang memiliki kekayaan yang luar biasa. Sayangnya tidak semua penduduknya dapat merasakan hasil dari kekayaan alam negerinya.
Tersebutlah sebuah daerah di Belitong di mana masyarakat di dalamnya terbagi dalam dua bagian yang amat berbeda status sosialnya. Dimana terdapat masyarakat yang dapat menikmati fasilitas terbaik dan kehidupan yang sangat layak. Mereka lah orang-orang staf atau petinggi PN Timah. Di lain pihak, terdapat sekumpulan manusia yang harus jungkir balik untuk menafkahi keluarganya dan hidup dengan fasilitas yang bahkan sangat tidak memadai. Merekalah para pekerja rendahan dari PN Timah. Mereka tak bisa ikut merasakan kemewahan yang dinikmati para golongan elite, karna secara langsung, pemerintah disana telah memisahkan tempat tinggal, pekerjaan dan membedakan status diantara keduanya.
Tersebutlah sebuah sekolah terpencil di daerah Belitong yang bahkan tak tersentuh tangan pemerintah, Sekolah Muhamadiyah. Bertahan demi pendidikan rakyat miskin. Pengorbanan dari satu-satunya pengajar yang harus diacungi jempol yang bertahan demi kemajuan pendidikan ilmu dan agama untuk anak-anak tidak mampu, dialah Ibu Mus. Dan ketabahan sang kepala sekolah yang terkadang merangkap sebagai guru, Pak Harfan. Benar-benar luar biasa membayangkan betapa merekalah cerminan kata-kata “Guru, Pahlawan tanpa tanda jasa” yang sesungguhnya. Mereka telah berhasil mencetak manusia-manusia yang walaupun tidak keseluruhan sukses secara materi tapi mereka semua sukses dalam berperilaku sosial yang baik. Berkeagamaan yang baik dan setidaknya jika ada yang menjadi petinggi, mereka bukanlah seorang koruptor. Inilah kisah yang paling menarik dari buku ini.
Persahabatan sepuluh orang anak miskin yang menamakan diri mereka sebagai Laskar Pelangi. Mereka sudah bersama sejak mereka memulai bangku sekolah. Merekalah : Ikal, Mahar, Lintang, Harun, Syahdan, A Kiong, Trapani, Borek, Kucai dan satu-satunya wanita di kelas mereka, Sahara. Mereka semua diberi suatu karakter yang kuat satu sama lain oleh sang penulis sehingga sifat diantara mereka semuanya unik. Banyak hal yang mereka lalui bersama.
Kemiskinan sepertinya bukan hal yang bisa merusak masa kanak-kanak mereka. Kisah indah percintaan anak muda antara Ikal dengan seorang Tionghoa bernama A Ling yang berawal dari pembelian kapur tulis yang mengesankan. Kesabaran Ikal untuk bisa mendapatkan kekasih hatinya sampai ketegaran Ikal saat A Ling akhirnya harus meninggalkannya. Dari sini kita dapat belajar bahwa seorang anak kecil bahkan bisa bersikap jauh lebih dewasa dibandingkan orang dewasa saat menghadapi masalah percintaan.
Siapa juga akan menyangka bahwa sekolah terpencil Muhamadiyah bisa berbuah dua orang genius di bidang yang berbeda. Dialah Lintang, sang ilmuwan cilik. Dan Mahar, sang seniman sejati. Banyak perubahan besar yang mereka lakukan dalam merubah citra sekolah Muhamadiyah dimata masyarakat elite melalui bidang mereka masing-masing.
Tapi ternyata nasib selanjutnya berkehendak lain. Ayah Lintang meningggal dunia, dan sang genius itu terpaksa harus menghentikan pendidikannya di sekolah Muhamadiyah akibat tak ada biaya. Tak ada yang menyangka juga bahwa sang seniman, Mahar, semakin hari justru malah semakin tertarik pada ilmu mistik alam gaib. Karena suatu hal, membawa ia pada suatu pertemuan dengan seorang anak perempuan tomboy, anak seorang penguasa kapal keruk di PN Timah, Flo. Karena tertarik pada bidang mistik yang dimiliki oleh Mahar, Flo akhirnya meninggalkan segala kemewahan sekolah PN untuk melanjutkan studinya di sekolah miskin Muhamadiyah. Mereka bersama kelompok pecinta alam gaibnya telah banyak menguak misteri yang dianggap orang keramat di daerah Belitong. Tak jarang kelompok yang dipimpin Mahar ini mendapatkan ejekan dari masyarakat setempat.
Tapi Mahar serta Flo tak pernah menyerah. Juga walaupun telah ditegur oleh Ibu Mus karna telah menodai ilmu agama, tapi Mahar dan Flo tetap pada jalan yang telah ia tempuh. Hobi mereka pada alam gaib ini menyebabkan mereka terancam tak bisa mengikuti ebtanas karna nilai-nilai mereka yang semakin menurun. Mereka pun mulai resah. Akhirnya terlintas ide untuk meminta petunjuk pada seorang dukun sakti yang banyak disebut oleh masyarakat sebagai manusia setengah peri, Tuk Bayan Tula. Maka pergilah Flo dan Mahar bersama tim dunia mistiknya mengunjungi kediaman sang Tuk yang terdapat pada sebuah pulau tak berpenghuni yang terkenal sangat angker yaitu Pulau Lanun. Dengan mempertaruhkan nyawa sepanjang perjalanan, akhirnya mereka semua sampai di Pulau tersebut. Dengan menempuh perjalanan yang panjang dan mengerikan, akhirnya mereka sampai ke suatu gua tempat kediaman sang dukun. Dan mereka berhasil berjumpa langsung dengan Tuk Bayan Tula, sang idola mereka. Maka berceritalah Flo dan Mahar tentang masalah mereka di sekolah. Tuk yang menghargai usaha mereka mencapai pulau itu kemudian memberi mereka sebuah petunjuk yang tertulis pada sebuah gulungan kertas. Siapa menyangka ternyata petunjuk yang diberikan sang dukun bisa mengubah jalan hidup Mahar dan Flo.
 Dua belas tahun kemudian, kesepuluh sahabat itu menjadi seseorang yang benar-benar tidak bisa disangka. Mereka menjalani hidup mereka masing-masing dengan damai dan selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan pada mereka saat itu. Seperti apakah petunjuk yang diberikan oleh sang dukun sakti kepada Mahar dan Flo hingga menyebabkan perubahan pada diri mereka? Bagaimana pula nasib sang genius Lintang setelah dia putus sekolah? Apa yang terjadi pula pada kisah cinta pertama Ikal pada A Ling, apakah masih ada harapan baginya untuk bertemu dengan A Ling? Ikuti kisahnya dalam buku Laskar Pelangi. Saya yakin, tak akan menyesal membaca buku ini karena buku ini memberi kita pelajaran, bagaimanapun hidup yang kita jalani, kita harus senantiasa bersyukur.























NILAI-NILAI KARYA SASTRA

Novel Laskar Pelangi memberikan pelajaran pada siswa untuk lebih tekun dalam menuntut  ilmu. Pada hakekatnya seberapa tingkat keberhasilan siswa dapat ditentukan dari sejauh mana dia mau berusaha. Di contohkan melaui tokoh Lintang. Dia menempuh jarak yang jauh dengan bersepeda tetapi ia selalu yang pertama datang ke sekolah. Semua itu dengan adanya motivasi internal yang muncul pada dirinya. Kita kembalikan pada kenyataan remaja sekarang ini, sudahkah tokoh Lintang tersebut tertanam pada setiap generasi muda kita?
Novel Laskar Pelangi jua mengungkap betapa tulusnya para pendidik dalam mengemban tanggungjawabnya. Dilukiskan dalam tokoh tersebut Bu Mus dan Pak Harfan. Sudahkah nilai-nilai luhur dan pancasila termin oleh guru-guru kita saat ini? Sungguh sikap Bu Muslimah dan Pak Harfan punya Nilai keluhuran yang tinggi. Dalam perjalanannya begitu banyak rintangan yang dihadapi Bu Mus, tetapi ia dengan tegar tetap bertahan mengajar di SD bobrok. Kalau kita kembalikan pada fakta-fakta saat ini mungkin hanya ada seribu satu yang memiliki nilai-nilai lugur dari mereka.
Novel ini memberi suri teladan bagi para orang tua untuk peduli terhadap keberhasilan pendidikan. Ayah Lintang contohnya, ia tetap menyekolahkan anaknya meskipun keadaan ekonomi keluarganya sulit dan jarak rumah dengan sekolah pun berpuluh-puluh kilometer yang hanya ditempuh dengan sepeda. Kita bandingkan dengan kenyataan saai ini. Para orang tua murid tidak peduli terhadap keberhasilan pendidikan anak-anaknya. Mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga anak-anak merekan terlantarkan. Kiranya novel Laskar Pelangi ini dapat menjadi suri tauladan bagi mereka para orang tua murid. Kondisi fisik gedung-gedung sekolah saat ini jauh lebih megah dari pada sekolah SD Muhammadiyah yang dilukiskan dalam novel Laskar Pelangi di atas.
Namun demikian, sepertinya tidak sedikit dari mereka yang bisa mengoptimalkan fungsi dari fasilitas yang ada. Kita bayangkan gambaran SD Muhammadiyah Bangunan yang seperti mau roboh dan kalau malam jadi kandang kambing, Guru yang awalnya hanya tiga orang hingga akhirnya tinggal satu orang, fasilitas yang serba kekurangan bahkan tidak ada sama sekali. Sudahkan hal tersebut ada dalam diri kita masing-masing? Dengan demikian, marilah kita sebagai gererasi penerus bangsa baik sebagai siswa, guru, wali murid, maupun lembaga-lembaga yang peduli terhadap pendidikan saling berbenah diri. Saling menata dan intropeksi diri, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dengan maksimal.

Comments

Popular Posts